A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-Negara
Dalam arti sempit konstitusi merupakan
suatu dokumen atau seperangkat dokumen yang berisi aturan-aturan dasar untuk menyelenggarakan
negara, sedangkan dalam arti luas konstitusi merupakan peraturan, baik tertulis
maupun tidak tertulis, yang menentukan bagaimana lembaga negara dibentuk dan
dijalankan.
Konstitusi diperlukan untuk membatasi
kekuasaan pemerintah atau penguasa negara, membagi kekuasaan negara, dan
memberi jaminan HAM bagi warga negara. Konstitusi mempunyai materi muatan
tentang organisasi negara, HAM, prosedur mengubah UUD, kadang-kadang berisi
larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD, cita-cita rakyat dan asas-asas
ideologi negara.
Konstitusi tentu saja memiliki fungsi.
Berikut adalah fungsi-fungsi konstitusi :
1. Konstitusi berfungsi sebagai landasan kontitusionalisme.
Landasan konstitusionalisme adalah landasan berdasarkan konstitusi, baik
konstitusi dalam arti luas maupun konstitusi dalam arti sempit. Konstitusi
dalam arti luas meliputi undang-undang dasar, undang-undang organik, peraturan
perundang-undangan lain, dan konvensi. Konstitusi dalam arti sempit berupa
Undang-Undang Dasar (Astim Riyanto, 2009).
2. Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah
sedemikian rupa, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang. Dengan demikian, diharapkan hak-hak warganegara akan lebih
terlindungi. (Thaib dan Hamidi, 1999).
3. Konstitusi berfungsi: (a) membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar dalam menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya; (b) memberi suatu rangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat yang dicitacitakan tahap berikutnya; (c) dijadikan landasan penyelenggaraan negara menurut suatu sistem ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warga negaranya; (d) menjamin hak-hak asasi warga negara.
B. Perlunya Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-Negara Indonesia
Eksistensi konstitusi dalam kehidupan
ketatanegaraan suatu negara merupakan sesuatu hal yang sangat krusial, karena
tanpa konstitusi bisa jadi tidak akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan
sejarah hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada negara yang tidak ada
negara yang tidak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgenya
konstitusi sebagai suatu perangkat negara. Konstitusi dan negara ibarat dua
sisi mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan.
Dapat dikatakan bahwa tujuan dibuatnya
konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan membatasinya
melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan
penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa untuk
mewujudkan tujuan Negara.Jadi, pada
hakikatnya konstitusi Indonesia bertujuan sebagai alat untuk mencapai tujuan
negara dengan berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-Negara Indonesia
Menurut Thomas Hobbes (1588-1879),
manusia pada “status naturalis” bagaikan serigala. Hingga timbul
adagium homo homini lupus (man is a wolf to [his fellow] man), artinya
yang kuat mengalahkan yang lemah. Lalu timbul pandangan bellum omnium contra
omnes (perang semua lawan semua). Hidup dalam suasana demikian pada akhirnya
menyadarkan manusia untuk membuat perjanjian antara sesama manusia, yang
dikenal dengan istilah factum unionis. Selanjutnya timbul perjanjian
rakyat menyerahkan kekuasaannya kepada penguasa untuk menjaga perjanjian
rakyat yang dikenal dengan istilah factum subjectionis.
Pemikiran Hobbes tak lepas dari pengaruh
kondisi zamannya (zeitgeist- nya) sehingga ia cenderung membela monarkhi
absolut (kerajaan mutlak) dengan konsep divine right yang menyatakan bahwa
penguasa di bumi merupakan pilihan Tuhan sehingga ia memiliki otoritas tidak
tertandingi.
Pandangan inilah yang mendorong
munculnya raja-raja tiran. Dengan mengatasnamakan primus inter pares dan wakil
Tuhan di bumi mereka berkuasa sewenang-wenang dan menindas rakyat.
Seorang ahli konstitusi berkebangsaan
Jepang Naoki Kobayashi mengemukakan bahwa undang-undang dasar membatasi dan
mengendalikan kekuasaan politik untuk menjamin hak-hak rakyat. Melalui fungsi
ini undang-undang dasar dapat memberi sumbangan kepada perkembangan dan
pembinaan tatanan politik yang demokratis (Riyanto, 2009).
Aturan-aturan dasar dalam UUD NRI 1945
tersebut merupakan bukti adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan di Indonesia.
Tidak dapat kita bayangkan bagaimana jadinya jika kekuasaan pemerintah tidak
dibatasi. Tentu saja penguasa akan memerintah dengan sewenangwenang.
Mengapa demikian? Ingat tentang hukum
besi kekuasaan bahwa setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk
berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti dikemukakan oleh Lord Acton: “Power
tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”.
Inilah alasan mengapa diperlukan
konstitusi dalam kehidupan berbangsa-negara Indonesia, yakni untuk membatasi
kekuasaan pemerintah agar tidak memerintah dengan sewenang-wenang. Konstitusi
juga diperlukan untuk membagi kekuasaan dalam negara. Pandangan ini didasarkan
pada fungsi konstitusi yang salah satu di antaranya adalah membagi kekuasaan
dalam negara (Kusnardi dan Ibrahim, 1988).
D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-Negara Indonesia
Melihat kembali perjalanan sejarah
Indonesia merdeka, ternyata sudah terjadi banyak dinamika ketatanegaraan
seiring berubahnya konstitusi atau Undang-Undang Dasar yang diberlakukan.
Setelah ditetapkan satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, UUD NRI 1945 mulai
berlaku sebagai hukum dasar yang mengatur kehidupan ketatanegaraan Indonesia
dengan segala keterbatasannya.
Bapak Soekarno sejak awal telah
mengatakan bahwa UUD 1945 merupakan UUD kilat yang akan terus
disempurnakan pada era yang akan datang. Ada beberapa dinamika
konstitusi yang terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut:
Konstitusi |
Masa Berlakunya |
UUD NRI 1945 (Masa
Kemerdekaan) |
18 Agustus 1945 sampai
dengan Agustus 1950, dengan catatan, mulai 27 Desember 1949 sampai
dengan 17 Agustus hanya berlaku di wilayah RI Proklamasi |
Konstitusi RIS 1949 |
27 Desember 1949 sampai
dengan 17Agustus 1950 |
UUDS 1950 |
17 Agustus 1950 sampai dengan
5 Juli 1959 |
UUD NRI 1945 (Masa Orde Lama) |
5 Juli 1959 sampai dengan
1965 |
UUD NRI 1945 (Masa Orde Baru) |
1966 sampai dengan 1998 |
Pada pertengahan 1997, negara kita
dilanda krisis ekonomi dan moneter yang sangat hebat. Krisis ekonomi dan
moneter yang melanda Indonesia ketika itu merupakan suatu tantangan yang sangat
berat. Menyikapi kondisi seperti itu, pemerintah berusaha menanggulanginya
dengan berbagai kebijakan.
Namun kondisi
ekonomi yang tidak kunjung membaik. Bahkan semakin hari
semakin bertambah parah. Krisis yang terjadi meluas pada aspek politik.
Masyarakat sudah mulai tidak lagi mempercayai pemerintah. Oleh
karena itu timbullah krisis kepercayaan pada Pemerintah. Gelombang unjuk
rasa secara besar-besaran terjadi di Jakarta dan di daerah-daerah. Unjuk
rasa tersebut digagasi oleh mahasiswa, pemuda, dan berbagai komponen
bangsa lainnya.
Pemerintah sudah tidak mampu lagi
mengendalikan keadaan. Maka pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan
berhenti dari jabatannya. Berhentinya Presiden Soeharto menjadi awal era reformasi
di tanah air.
Pada awal era reformasi, adanya tuntutan
perubahan UUD NRI 1945 didasarkan pada pandangan bahwa UUD NRI 1945 belum cukup
memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan
penghormatan terhadap HAM. Di samping itu, dalam tubuh UUD NRI 1945 terdapat
pasal-pasal yang menimbulkan penafsiran beragam (multitafsir) dan membuka
peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik, tertutup, dan
praktik KKN.
Dalam perkembangannya, tuntutan
perubahan UUD NRI 1945 menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, MPR melakukan perubahan secara bertahap dan sistematis dalam empat kali perubahan.
Keempat kali perubahan tersebut harus dipahami sebagai satu rangkaian dan satu
kesatuan.
Dasar pemikiran perubahan UUD NRI 1945
adalah kekuasaan tertinggi di tangan MPR, kekuasaan yang sangat besar pada
presiden, pasal- pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan
multitafsir, kewenangan pada presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang,
dan rumusan UUD NRI 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup
didukung ketentuan konstitusi yang sesuai dengan tuntutan reformasi. Awal
proses perubahan UUD NRI 1945 adalah pencabutan Ketetapan MPR RI Nomor
IV/MPR/1983 tentang Referendum, pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI, dan Ketetapan MPR mengenai Hak Asasi Manusia mengawali perubahan
UUD NRI 1945.
Dari proses perubahan UUD NRI 1945,
dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
a) Perubahan UUD NRI 1945 dilakukan oleh MPR dalam satu
kesatuan perubahan yang dilaksanakan dalam empat tahapan, yakni pada Sidang
Umum MPR 1999, Sidang Tahunan MPR 2000, 2001, dan 2002;
b) Hal itu terjadi karena materi perubahan UUD NRI 1945 yang
telah disusun secara sistematis dan lengkap pada masa sidang MPR tahun
1999-2000 tidak seluruhnya dapat dibahas dan diambil putusan.
c) Hal itu berarti bahwa perubahan UUD NRI 1945 dilaksanakan
secara sistematis berkelanjutan karena senantiasa mengacu dan berpedoman pada
materi rancangan yang telah disepakati sebelumnya.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-Negara
Seperti telah dikemukakan
sebelumnya, asal kata konstitusi dalam bahasa Perancis adalah constituer
yang berarti membentuk atau pembentukan. Yang dimaksud dengan membentuk di sini
adalah membentuk suatu negara. Oleh karena itu, konstitusi berarti menjadi
dasar pembentukan suatu negara.
Dengan demikian dapat dikatakan tanpa
konstitusi, negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi menempati posisi yang
sangat krusial dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Hamid S. Attamimi,
berpendapat bahwa pentingnya suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah
sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana
kekuasaan negara harus dijalankan.
Dalam negara modern, penyelenggaraan
kekuasaan negara dilakukan berdasarkan hukum dasar (konstitusi). Dengan
demikian konstitusi mempunyai kedudukan atau derajat supremasi dalam suatu
negara. Yang dimaksud dengan supremasi konstitusi adalah konstitusi mempunyai kedudukan
tertinggi dalam tertib hukum suatu negara.
UUD NRI 1945 menempati urutan tertinggi
dalam jenjang norma hukum di Indonesia. Berdasar ketentuan ini, secara
normatif, undang-undang isinya tidak
boleh bertentangan dengan UUD. Jika suatu undang- undang isinya dianggap
bertentangan dengan UUD maka dapat melahirkan
masalah konstitusionalitas undang-undang tersebut. Warga negara dapat mengajukan pengujian
konstitusionalitas suatu undang- undang kepada Mahkamah Konstitusi
0 Komentar